PDF JOURNAL #3 - Tradisi Sebagai Sebuah Proses Komunikasi

Oleh:
IMADUDDIN ABDURRAHMAN


Pada saat ini, banyak kita temukan upaya penerjemahan kembali tradisi sebagai dampak globalasasi yang memaksa banyak pihak  untuk terus berkompromi. Hal ini kemudian dirasa penting, mengingat identitas sebuah kelompok masyarakat yang meliputi nilai dan norma, pada titik tertentu cukup rentan apabila  harus dikompromi. Selain itu semakin dominannya homogenitas dikalangan masyarakat juga mendorong banyak pihak untuk kembali melakukan pencarian nilai nilai baru yang sulit diakomodasi oleh proses globalisasi. Dalam bidang desain sendiri, dapat kita lihat kecenderungan yang besar untuk kembali mengangkat tradisi sebagai inspirasi kreasi pada saat ini.

Para desainer dengan kegairahan yang besar untuk memanifestasikan nilai nilai tradisi dalam sebuah objek desain ini meyakini bahwa proses ini adalah sebuah upaya untuk menghidupkan kembali kedalaman nilai nilai tradisi ditengah kedangkalan nilai dalam keseharian kita saat ini. Mengingat tradisi adalah warisan leluhur yang termatangkan oleh waktu, sehingga cukup untuk menjadikannya sebagai salah satu substansi penting bagi kehidupan kita sebagai generasi penerus. Terlepas dari tingkat kedalaman eksekusi mereka dalam mewujudkannya, apakah sekedar mengadopsi bentuk, teknik, utilitas, maupun secara konsep, proses ini pada nyatanya sedang marak dilakukan oleh para desainer.  Gagasan ini nyatanya bukan tanpa sanggahan, mengingat pemahaman mengenai tradisi itu sendiri masih cukup divergen. Sehingga urgensi transformasinya untuk kehidupan saat ini pun juga masih menimbulkan pro dan kontra.

Sebagian pihak mengatakan tradisi sebagai sebuah nilai baku yang sakral, sehingga upaya untuk mengubahnya merupakan sebuah larangan. Sedang yang lain mengatakan bahwa tradisi adalah sebuah entitas dinamis sehingga perlu dilakukan penyempurnaan secara konstan. Dan adapula yang menggangap tradisi sebagai barang usang yang sudah kehilangan relevansinya ditengah kehidupan modern saat ini. Agar tidak terjebak pada perdebatan kontraproduktif, perlu dilakukan banyak upaya pembacaan kembali makna tradisi, dalam upaya memperluas pandangan kita sebagai usaha pencapaian pemahaman yang lebih baik dan lebih matang.

Tradisi sendiri pada dasarnya mengandung berbagai nilai dan norma. Serupa halnya dengan hubungan antara ilmu pengetahuan dengan informasi yang disampaikannya. Dan Sepert halnya ilmu pengetahuan yang membutuhkan sebuah medium untuk mentransfer informasi yang dimilikinya, demikian halnya dengan tradisi yang membutuhkan medium untuk menyampaikan nilai dan norma yang coba dikomunikasikannya. Dan dalam hal ini keduanya menggunakan sebuah medium yang seragam yaitu bahasa. Bahasa pada arti ini merupakan bahasa dalam pengertian yang luas, baik bahasa teks, bahasa rupa, hingga bahasa gestur.

Meskipun bahasa yang digunakan oleh ilmu pengetahuan serta tradisi terdiri atas berbagai macam bahasa, terdapat substansi substansi yang selalu ada dan membentuk suatu bahasa, yang dapat kita gunakan untuk memahami dengan lebih baik peran serta fungsinya dalam proses komunikasi ilmu dan tradisi. Bahasa, sebagaimana telah disampaikan merupakan sebuah medium untuk berkomunikasi. Dan komunkasi selalu melibatakan dua pihak atau lebih. Dan untuk mewujudkan satu proses komunikasi yang berhasil, diperlukan adanya kesepahaman antara pihak penyampai informasi dengan pihak penerima informasi. Maka untuk mencapai kesepahaman itu sendiri, kedua pihak tersebut membutuhkan bahasa yang dipahami dengan baik oleh keduanya. Kesepahaman ini tentu pada proses pembentukannya membutuhkan sebuah konvensi, yang memaksa keduanya untuk berada dalam batas batasnya dan melaksanakan instruksi penggunaannya. Aturan ini cenderung bersifat statis, dalam upaya menjaga konsistensi penggunaannya, meski praktek penggunaannya cenderung lebih bersifat dinamis akibat keadaan zaman yang terus berubah.

Maka memandang tradisi sebagai sebuah proses komunikasi yang kontinual dan dinamis, memberikan kita pemahaman bahwa bersikap pasif dalam merespon tradisi sendiri merupakan sebuah kegagalan. Pasif dalam artian abai dalam proses artikulasi bahasa yang kita gunakan pada saat ini, guna membangun kesepahaman yang ideal dengan bahasa yang diartikulasikan tradisi itu sesuai dengan zaman pembentukannya. Yang berkonsekwensi pada kegagalan proses komunikasi tradisi itu sendiri.

Sehingga akan lebih baik sekiranya sebelum bersilang pendapat mengenai relevansi maupun urgensi, hingga pencarian substansi sebuah tradisi pada saat ini, kita pahami lebih dahulu aspek aspek penting yang menjadi syarat  keberhasilan proses komunikasi sebuah tradisi. Yang memungkinkan terjadinya dialog dan tindakan lebih lanjut lainnya yang sekiranya dapat memperkaya dan memperluas pandangan serta penafsiran kita terhadap tradisi itu sendiri.

Meminjam sebuah petikan falsafah;

Sebuah cara penyampaian, lebih penting dari apa yang disampaikan
Dan penyampai, lebih penting dari cara penyampaiannya
Dan jiwa penyampai, lebih penting dari penyampai itu sendiri


Maka bila kita coba tafsirkan dengan persoalan yang kita bahas, dapat kita simpulkan bahwa terlepas dari konten sebuah tradisi maupun subyek penyampai tradisi, jiwa (karakter, pengetahuan, kedewasaan, kebijaksanaan) para subyek yang terlibat dalam proses komunikasi tradisi (pewaris dan ahli waris tradisi) merupakan aspek terpenting yang menjadi substansi keberhasilan proses penyampaian sebuah tradisi.  



-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BIOGRAPHY:
Immadudin Abdurrahman, Mahasiswa tingkat akhir Desain Produk Institut Teknlologi Bandung. Pernah menjadi wakil dari indonesia dan mendapat penghargaan Honorable Award & Asia Award dalam Asia Students Package Design Competition (ASPAC) 2015.

 

Flickr Photostream

Twitter Updates

Meet The Author