Oleh:
IMADUDDIN ABDURRAHMAN
Pada saat ini, banyak kita temukan upaya penerjemahan kembali tradisi
sebagai dampak globalasasi yang memaksa banyak pihak untuk terus berkompromi. Hal ini kemudian
dirasa penting, mengingat identitas sebuah kelompok masyarakat yang meliputi
nilai dan norma, pada titik tertentu cukup rentan apabila harus dikompromi. Selain itu semakin
dominannya homogenitas dikalangan masyarakat juga mendorong banyak pihak untuk
kembali melakukan pencarian nilai nilai baru yang sulit diakomodasi oleh proses
globalisasi. Dalam bidang desain sendiri, dapat kita lihat kecenderungan yang
besar untuk kembali mengangkat tradisi sebagai inspirasi kreasi pada saat ini.
Para desainer dengan kegairahan yang besar untuk memanifestasikan nilai
nilai tradisi dalam sebuah objek desain ini meyakini bahwa proses ini adalah
sebuah upaya untuk menghidupkan kembali kedalaman nilai nilai tradisi ditengah
kedangkalan nilai dalam keseharian kita saat ini. Mengingat tradisi adalah
warisan leluhur yang termatangkan oleh waktu, sehingga cukup untuk
menjadikannya sebagai salah satu substansi penting bagi kehidupan kita sebagai
generasi penerus. Terlepas dari tingkat kedalaman eksekusi mereka dalam
mewujudkannya, apakah sekedar mengadopsi bentuk, teknik, utilitas, maupun
secara konsep, proses ini pada nyatanya sedang marak dilakukan oleh para
desainer. Gagasan ini nyatanya bukan
tanpa sanggahan, mengingat pemahaman mengenai tradisi itu sendiri masih cukup
divergen. Sehingga urgensi transformasinya untuk kehidupan saat ini pun juga
masih menimbulkan pro dan kontra.
Sebagian pihak mengatakan tradisi sebagai sebuah nilai baku yang sakral,
sehingga upaya untuk mengubahnya merupakan sebuah larangan. Sedang yang lain
mengatakan bahwa tradisi adalah sebuah entitas dinamis sehingga perlu dilakukan
penyempurnaan secara konstan. Dan adapula yang menggangap tradisi sebagai
barang usang yang sudah kehilangan relevansinya ditengah kehidupan modern saat
ini. Agar tidak terjebak pada perdebatan kontraproduktif, perlu dilakukan
banyak upaya pembacaan kembali makna tradisi, dalam upaya memperluas pandangan
kita sebagai usaha pencapaian pemahaman yang lebih baik dan lebih matang.
Tradisi sendiri pada dasarnya mengandung berbagai nilai dan norma. Serupa
halnya dengan hubungan antara ilmu pengetahuan dengan informasi yang
disampaikannya. Dan Sepert halnya ilmu pengetahuan yang membutuhkan sebuah
medium untuk mentransfer informasi yang dimilikinya, demikian halnya dengan
tradisi yang membutuhkan medium untuk menyampaikan nilai dan norma yang coba
dikomunikasikannya. Dan dalam hal ini keduanya menggunakan sebuah medium yang
seragam yaitu bahasa. Bahasa pada arti ini merupakan bahasa dalam pengertian
yang luas, baik bahasa teks, bahasa rupa, hingga bahasa gestur.
Meskipun bahasa yang digunakan oleh ilmu pengetahuan serta tradisi
terdiri atas berbagai macam bahasa, terdapat substansi substansi yang selalu
ada dan membentuk suatu bahasa, yang dapat kita gunakan untuk memahami dengan
lebih baik peran serta fungsinya dalam proses komunikasi ilmu dan tradisi.
Bahasa, sebagaimana telah disampaikan merupakan sebuah medium untuk
berkomunikasi. Dan komunkasi selalu melibatakan dua pihak atau lebih. Dan untuk
mewujudkan satu proses komunikasi yang berhasil, diperlukan adanya kesepahaman
antara pihak penyampai informasi dengan pihak penerima informasi. Maka untuk mencapai
kesepahaman itu sendiri, kedua pihak tersebut membutuhkan bahasa yang dipahami
dengan baik oleh keduanya. Kesepahaman ini tentu pada proses pembentukannya
membutuhkan sebuah konvensi, yang memaksa keduanya untuk berada dalam batas
batasnya dan melaksanakan instruksi penggunaannya. Aturan ini cenderung
bersifat statis, dalam upaya menjaga konsistensi penggunaannya, meski praktek
penggunaannya cenderung lebih bersifat dinamis akibat keadaan zaman yang terus
berubah.
Maka memandang tradisi sebagai sebuah proses komunikasi yang kontinual
dan dinamis, memberikan kita pemahaman bahwa bersikap pasif dalam merespon
tradisi sendiri merupakan sebuah kegagalan. Pasif dalam artian abai dalam proses
artikulasi bahasa yang kita gunakan pada saat ini, guna membangun kesepahaman
yang ideal dengan bahasa yang diartikulasikan tradisi itu sesuai dengan zaman
pembentukannya. Yang berkonsekwensi pada kegagalan proses komunikasi tradisi
itu sendiri.
Sehingga akan lebih baik sekiranya sebelum bersilang pendapat mengenai
relevansi maupun urgensi, hingga pencarian substansi sebuah tradisi pada saat
ini, kita pahami lebih dahulu aspek aspek penting yang menjadi syarat keberhasilan proses komunikasi sebuah
tradisi. Yang memungkinkan terjadinya dialog dan tindakan lebih lanjut lainnya
yang sekiranya dapat memperkaya dan memperluas pandangan serta penafsiran kita
terhadap tradisi itu sendiri.
Meminjam sebuah petikan falsafah;
Sebuah cara penyampaian, lebih penting dari apa yang disampaikan
Dan penyampai, lebih penting dari cara penyampaiannya
Dan jiwa penyampai, lebih penting dari penyampai itu sendiri
Maka bila kita coba tafsirkan dengan persoalan yang kita bahas, dapat
kita simpulkan bahwa terlepas dari konten sebuah tradisi maupun subyek
penyampai tradisi, jiwa (karakter, pengetahuan, kedewasaan, kebijaksanaan) para
subyek yang terlibat dalam proses komunikasi tradisi (pewaris dan ahli waris
tradisi) merupakan aspek terpenting yang menjadi substansi keberhasilan proses
penyampaian sebuah tradisi.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BIOGRAPHY:
Immadudin Abdurrahman, Mahasiswa tingkat akhir Desain Produk Institut Teknlologi Bandung. Pernah menjadi wakil dari indonesia dan mendapat penghargaan Honorable Award & Asia Award dalam Asia Students Package Design Competition (ASPAC) 2015.