Oleh:
IMADUDDIN ABDURRAHMAN
Mana yang lebih dulu, desainer pintar atau konsumen pintar?
Beberapa bulan yang lalu, ketika saya sedang dalam masa magang, saya
diajak oleh bos tempat saya magang untuk ikut bersama beliau berkumpul dengan
rekan rekannya sesama desainer muda. Di mal senayan city itu saya lantas
disuruh oleh beliau untuk berkunjung ke salah satu toko, yang saya sendiri
sebagai anak kampung baru pertama kali tahu, KARA namanya.
Sesudah beberapa saat berkeliling di toko tersebut, saya lantas
mengobrol dengan bos saya. Hingga pada akhirnya terucap pertanyaan dari saya,
“sebenarnya siapa yang harus dididik terlebih dahulu? Pasar atau desainernya? “
Bos saya kemudian dengan ringan memberikan argumennya bahwa secara
logika, bahwa semua objek yang berada dipasar pada saat ini, tentu tak lepas
dari pengaruh desainer yang merancangnya. Dan para konsumen, pada akhirnya
hanya memilih dan mengkonsumsi barang yang ada, yang pada tahap selanjutnya
secara tidak langsung juga turut membangun preferensi dan trend yang terjadi
diantara para konsumen pasar. Sehingga jelas bahwa desinerlah yang seharusnya
memiliki tanggung jawab terbesar mengenai tren dan selera konsumen yang
terbangun di pasaran pada saat ini.
Dilain waktu, ketika sedang berkunjung di salah satu perusahan
percetakan di Jepang, yang juga banyak berinovasi bidang IT, Bapak irvan noeman
yang pada saat itu kebetulan berada cukup dekat dengan saya, berujar “ disini,
semuanya dituntut untuk membuat pisang hijau .” saya menyimak dengan seksama,
dan berusaha sekeras mungkin untuk mencerna dan memahami maksud dibalik
pernyataannya. Mencoba mengingat kembali materi presentasi yang beliau bawakan
di kampus beberapa minggu sebelumnya.
Berdasarkan ingatan saya, pak Irvan menganalogikan desain yang inovaitf
sebagai pisang hijau, sedangkan desain yang sudah ramai dipasaran sebagai
pisang kuning. dan layaknya pisang sebenarnya, pisang hijau seiring berjalannya
waktu akan berubah menjadi pisang kuning, seperti desain inovatif yang hanya
tinggal menunggu waktu untuk menjadi umum dipasaran. Dan sebagai desainer, kita
dituntut untuk dapat merumuskan sebuah produk inovatif, yang ketika diluncurkan
berada dalam kondisi setengah hijau dan setengah kuning. cukup inovatif namun
tetap mampu untuk dengan cepat diterima dipasaran.
Saya kemudian menduga, bahwa maksud penyataan beliau adalah proses
perancangan desain di Jepang, sebuah Negara dengan tingkat penguasaan teknologi
yang tinggi serta indeks pembangunan manusia yang baik, sudah berada dalam satu
kondisi yang demikian kompetitif. Yang pada akhirnya hanya menyisakan inovasi
sebagai kunci untuk bersaing bagi
perusahaan. sesuai dengan permintaan dan kondisi pasar yang ada pada saat ini.
Mungkin lebih singkatnya, orang jepang saat ini sudah cukup banyak yang bisa
makan pisang yang masih hijau.
Dari kedua obrolan tersebut, saya coba Tarik benang merah mengenai
hubungan antara desainer, pasar, dan kompetitor di pasar. bahwa alur produksi,
sebagaimanapun padat riset dan datanya, pada esensinya selalu memaksa konsumen
untuk sekedar menerima dengan pasif produk produk yang diklaim sebagai solusi
dan kebutuhannya. Akan tetapi patut untuk juga diperhitungkan, karakteristik
pasar serta para pesaing perusahaan, dalam kaitannya dalam alur produksi
tersebut.
Jika seadainya orang orang dipasar anda berjualan pisang masih lebih
suka pisang yang setengah hijau dan setengah kuning, maka tetaplah pada pola
pengantaran pisang anda, yang memetik ketika masih hijau, dan menjual ketika
sudah menguning.
Tapi bila orang orang dipasar sudah banyak yang dapat mengunyah pisang
ketika masih hijau, maka ubahlah cara berfikir dan pola dagangan anda. Karena
para penjual lain pasti juga berlomba lomba untuk menawarkan produk yang
konsumen minta.
Pada akhirnya siapa yang harus dituntut pintar terlebih dahulu? Desainer
atau konsumen? Mungkin sebaiknya harus kita sepakati terlebih dahulu definisi
pintar yang kita bicarakan. Sebagaimana produksi dimulai dari desainer kepada
konsumen, mungkin lebih tepat apabila kita katakan bahwa menjadi cerdik
merupakan syarat mutlak bagi seorang desainer. Pintar dalam menganalisa dan
mengakumulasi berbagai faktor pertimbangan yang ada di pasar, dan mampu secara
cerdik melihat peluang dan merancang strategi produksi produk yang mampu
diterima di pasar. karena pada kenyataanya karakteristik konsumen lebih
cenderung bersifat akumulatif. Bahkan tak jarang, perubahan signifikan di pasar
dan karakteristik konsumen juga lebih banyak didorong oleh produk produk yang dimunculkan
oleh desainer.
Desainer, adalah pewujud akumulasi abstrak berbagai faktor yang terjadi
di masyarakat. dan bahkan kita sendiri cendrung menyadari suatu hal, baru
ketika ia telah diwujudkan dalam satu objek maupun diskursus.
Immadudin Abdurrahman, Mahasiswa tingkat akhir Desain Produk Institut Teknlologi Bandung. Pernah menjadi wakil dari indonesia dan mendapat penghargaan Honorable Award & Asia Award dalam Asia Students Package Design Competition (ASPAC) 2015.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BIOGRAPHY:Immadudin Abdurrahman, Mahasiswa tingkat akhir Desain Produk Institut Teknlologi Bandung. Pernah menjadi wakil dari indonesia dan mendapat penghargaan Honorable Award & Asia Award dalam Asia Students Package Design Competition (ASPAC) 2015.